21 Juni 2009

Nafkah Bukan Hanya Materi

Banyak Orang yang menganggap nafkah hanyalah materi. Ada juga yang beranggapan nafkah itu terbagi dua, yaitu nafkah lahir (materi) dan nafkah batin (Seks-biasanya). Padahal nafkah itu jauh mencakup banyak hal.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebuah cerita sederhana tentang sepasang suami istri dan seorang anaknya yang masih kecil, dimana sang suami bekerja di sebuah perusahaan dan mempunyai penghasilan yang tidak mencukupi. Tapi kerukunan dan kebahagiaan melingkupi keluarga itu.
Setiap hari di wktu kerja, ketika jam menunjukkan waktu pulang, tanpa banyak cakap sang suami segera bergegas pulang. “Selama tidak ada pekerjaan yang urgent buat besok pagi atau tidak bias dikerjakan di rumah” begitu piker sang suami. Karena hal ini terjadi setiap hari, maka teman-teman kantornya sampai hafal kebiasaan sang suami ini.
Sering kali mereka mencandai hal ini. Tapi hal itu hanya ditanggapi dengan senyum. Sampai suatu kali akhirnya sang suami menjelaskan kenapa ia melakukan kebiasaan itu kepada temannya. “Saya hanya menjalankan nasihat ustad saya. Kata beliau kita mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak-hak yang telah kita ikat dengan perjanjian. Contohnya perusahaan tempat kita bekerja , mempunyai hak atas kita selama 8 jam dari jam masuk sampai jam pulang. Maka kita harus memenuhi hak-hak itu. Lalu istri dan keluarga mempunyai hak atas kita juga, karena kita telah mengikat perjanjian dalam sebuah “kontrak cinta.”
Waktu yang diberikan kepada keluarga harus waktu tebaik seperti waktu yang kita berikan kepada perusahaan, bukan waktu sisa. Maka ketika waktu pulang dating, habislah hak perusahaan atas saya dan dimulailah hak keluarga atas saya.”
“Ah, jika materi tidak cukup saya berikan kepada keluarga, maka waktu tidak boleh kurang saya berikan kepada mereka”, begitu batin sang suami. Sebuah pelajaran besar dari orang-orang kecil dan sederhana. Pernah suatu saat sang suami ditawarin pekerjaan sampingan yang dilakukan pada malam hari dan hari sabtu yang akan menyebabkan waktu untuk keluarganya berkurang. Maka ia putuskan mengajak istrinya untuk berunding. “Bunda, aku ditawarkan pekerjaan yang dapat menambah penghasilanku untuk keluarga namun di lakukan di malam hari dan di hari Sabtu, tapi tentu kamu tahu konsekuensinya maka aku tawarkan kepadamu, apakah kamu ingin aku memberimu materi taua memberimu waktu?”. Dengan tatapan lembut sang istri berkata “Cukuplah waktu dan perhatianmu yang aku butuhkan dari dirimu”. Maka dengan senyuman mantap , sang suami menolak tawaran pekerjaan itu.
Sesungguhnya keadaanh keluarga ini sangat kekurangan namu rasa Qana’ah atas yang mereka miliki, menumbuhkan rasa syukur terhadap Allah Subhana wa Ta’ala dan Allah Subhana wa Ta’ala membalasnya dengan mkemberi mereka kebahagiaan. Apalagi yang dicari di dunia ini selain kebahagiaan?
Di balik kesabaran sang istri, tumbuh pula rasa syukur karena sang suami masih punya waktu ketika ia membutuhkannya dan sang suami membantunya tanpa ia meminta. Dan di balik rasa syukur sang suami karena memiliki istri yang sangat pengertian maka ia memiliki rasa sabar dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan selalu berdoa kepada Allah Yang Maha Kaya lagi Maha Pengasih.
Sang suami teringat janji sebelum mereka menikah “Aku tidak bisa berjanji untuk bisa mencukupi kebutuhanmu dan aku tidak bisa berjanji member yang kamu inginkan, namun aku berjanji aku tidak akan pernah berhenti berusaha untuk itu.”
Maka itulah yang membuat sang istri bertahan diterpa badai yang berusaha merobohkan mereka. “Toh nafkah tak hany materi..” begitu batin sang istri

1. Disalin majalah Shaff edisi April 2009 dengan sedikit perubahan

Tidak ada komentar: