Ditulis dalam kategori: Fiqih
Ada sebagian orang yang menolak untuk memelihara jenggot dengan alasan bahwa perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memelihara jenggot itu dalam rangka menyelisihi orang kafir sedangkan saat ini orang-orang kafir memanjangkan jenggot. Sehingga untuk menyelisihi orang kafir maka saat ini kita seharusnya malah mencukur jenggot. Benarkah alasan ini? Marilah kita bandingkan dengan penjelasan di bawah ini.
Syeikh Muhammad al Hamud an Najdi menjelasakan, “Pendapat mayoritas ulama, perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu menghasilkan hukum wajib sedangkan larangan Nabi itu menghasilkan hukum haram. Hal tersebut berdasarkan beberapa alasan, di antaranya adalah firman Alloh
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Yang artinya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah” (QS al Hasyr:7).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
Yang artinya, “Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah” (QS an Nisa’:64).
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
Yang artinya, “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah” (QS an Nisa’: 80).
Alloh juga mengingatkan bahaya menyelisihi rasul dengan firmanNya
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Yang artinya, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS an Nur: 63).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « كُلُّ أُمَّتِى يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، إِلاَّ مَنْ أَبَى » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ « مَنْ أَطَاعَنِى دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ أَبَى »
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Semua umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan”. Para shahabat bertanya, “Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?”. Nabi bersabda, “Siapa yang mentaatiku maka dia pasti akan masuk surga. Sedangkan siapa yang mendurhakaiku maka dialah orang yang enggan masuk surga” (HR Bukhari no 7280).
وَجُعِلَ الذِّلَّةُ ، وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي
“Kehinaan dan kerendahan itu ditetapkan untuk orang-orang yang menyelisihi ajaranku” (HR Ahmad no 5114 dari Ibnu Umar, dinilai shahih oleh al Albani dalam Shahih Jami’ no 2831).
Jika terdapat suatu perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diiringi penjelasan bahwa hal itu dalam rangka menyelisihi orang kafir ahli kitab maka tidak berarti perintah tersebut boleh dilanggar jika melaksanakan perintah tersebut tidak lagi menyebabkan menyelisihi orang kafir. Karena yang diperintahkan itulah yang diinginkan oleh Alloh dan rasulNya supaya dilaksanakan oleh hamba-hambaNya. Hal itulah yang menjadi bagian dari agama yang Alloh inginkan untuk hamba-hambaNya.
Contohnya adalah sabda Nabi
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
“Selisihilah orang-orang musyrik. Pangkaslah kumis dan lebatkanlah jenggot” (HR Muslim no 625 dari Ibnu Umar).
Seandainya orang-orang musyrik sekarang meninggalkan ciri khas mereka dahulu sehingga mereka saat ini memangkas kumis dan melebatkan jenggot, maka tidak berarti kita, kaum muslimin harus memanjangkan kumis dan memangkas jenggot dalam rangka menyelisihi orang-orang musyrik.
Pemahaman semacam ini tidak pernah dilontarkan oleh seorang pun ulama yang diakui keilmuannya, baik di masa silam ataupun di zaman sekarang. Bahkan aturan Alloh yang diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memangkas kumis dan melebatkan jenggot.
Kedua hal tersebut juga bagian dari sunanul fitroh (ajaran semua Nabi) sebagaimana dalam hadits dari Aisyah. Nabi bersabda, “Sepuluh hal termasuk fitrah, memangkas kumis dan membiarkan jenggot…” (HR Muslim no 627 dari Aisyah).
Menurut penjelasan Khithabi dan yang lainnya mengenai amaliah fitrah, mayoritas ulama berpendapat bahwa itu semua adalah sunnah. Mayoritas ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud bahwa itu semua adalah ajaran para Nabi sebagaimana dalam Syarh Nawawi untuk Shahih Muslim 3/147-148 (Majalah al Furqon Kuwait edisi 397 hal 42).
Syeikh Abdul Aziz Ibnu Baz, Abdur Rozzaq Afifi, Abdullah bin Ghadayan dan Abdullah bin Qoud, mereka mengatakan, “Bukanlah yang dimaksud perintah menyelisihi Majusi dan orang-orang musyrik yang lain adalah menyelisihi mereka dalam segala hal meski hal tersebut benar dan sejalan dengan fitrah yang sehat dan akhlak yang terpuji. Bahkan yang dimaksudkan adalah menyelisihi mereka dalam perbuatan mereka yang menyimpang dari kebenaran dan tidak sesuai dengan fitrah yang sehat dan akhlak yang terpuji.
Diantara prilaku Majusi, orang-orang musyrik dan orang-orang kafir yang menyimpang dari kebenaran, tidak sesuai dengan fitrah dan menyelisihi ciri khas para nabi dan rasul adalah mencukur jenggot. Karenanya kita wajib menyelisihi mereka dalam hal itu dengan memelihara jenggot dan memangkas kumis dalam rangka meneladani para nabi dan rasul dan mengikuti tuntutan fitrah yang sehat.
Nabi bersabda, ‘Sepuluh hal termasuk dari fitrah, memangkas kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung dengan napas), memotong kuku, membersihkan lekukan badan, mencabut bulu ketiak, mengerok bulu kemaluan dan cebok” (HR Muslim dan ashabus sunan dari Aisyah).
Andaikata orang-orang kafir sekarang memelihara jenggot maka realita ini bukanlah alasan pembenar bagi kaum muslimin untuk mencukur jenggot mereka. Hal ini mengingat penjelasan di atas bahwa bukanlah yang diperintahkan adalah menyelisihi orang kafir dalam semua hal. Namun yang diperintahkan adalah menyelisihi orang-orang kafir dalam perilaku mereka yang menyimpang dari kebenaran dan tidak sesuai dengan fitrah yang sehat” (Fatawa Lajnah Daimah 5/143-144 no fatwa 2258, cet Dar Balansiah, Riyad).
Beliau-beliau juga mengatakan, “Memelihara jenggot itu disyariatkan dalam syariat Musa dan Harun. Sedangkan ajaran Isa hanyalah membenarkan ajaran Taurat. Sehingga bisa disimpulkan bahwa memelihara jenggot itu juga disyariatkan dalam ajaran Isa. Ketiga nabi tersebut merupakan rasul untuk Bani Israil (Yahudi dan Nasrani).
Ketika Yahudi dan Nasrani tidak mau memelihara jengot maka mereka berbuat salah. Sebagaimana mereka salah dengan sebab tidak mau bertauhid, meninggalkan ajaran para nabi mereka yang lain dan melanggar perjanjian mereka kepada Alloh untuk beriman dengan Nabi kita, Muhammad.
Oleh karena itu jika ada Yahudi atau Nasrani yang mau kembali mengamalkan ajaran yang disepakati semua nabi maka kita tidak boleh berusaha menyelisihi mereka karena yang mereka lakukan adalah kembali kepada kebenaran. Contoh pembandingnya, kita tidak boleh menyelisihi mereka jika mereka kembali kepada tauhid dan mengimani nabi kita, Muhammad. Bahkan kita akan mendukung, memuji dan bekerja sama dengan mereka untuk melaksanakan kebaikan dan takwa” (Fatawa Lajnah Daimah 5/149, cet Dar Balansiah Riyad).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar