Bermula dari seorang temen yang menanyakan masalah pacaran, sehingga timbul dalam benak untuk menyelesaikan tulisan masalah ini meskipun sangat susah mencari waktu yang pas dikarenakan kesibukan dan banyak kendala yang membuat sulitnya terealisasikan tulisan ini. Sebenarnya tulisan ini telah lama saya tulis,tepatnya ketika menghadiri sebuah daurah di Jakarta yang membahas masalah panduan keluarga sakinah. saya sadar dan sangat faham sekali bahwa Tulisan ini akan banyak mengandung controversial khususnya dikalangan temen-temen yang sedang mengalami fase ini dan temen-temen yang belum memahaminya sebagaimana ketika saya dahulu yang belum memahami dan mengenal bahaya-bahayanya dalam timbangan agama. Na’am… ketika duduk di bangku SMA, masalah ini pernah diperdebatkan khususnya mengenai mengenal pasangan (calon istri) sebelum ke jenjang pernikahan. Ketika itu banyak alasan yang saya lontarkan guna untuk melegalkan “pacaran” ini dikarenakan ketidak fahaman dan jauhnya saya dari ilmu syari’at ini seperti perkataan:
”bagaimana kita bisa tahu sifat/karakter istri kita jika kita tidak pacaran, sampai mengatakan “masak, ketika mau nikah,langsung menemui wanita tersebut lalu bilang “kamu mau ngak nikah sama saya”,ya jelas g mau donk, orang baru kenal kok tiba-tiba langsung diajak nikah”, kan ngak boleh pacaran.
Demikianlah yang ana ucapkan kala itu, seolah-olah tidak ada jalan lain untuk mengenal calon istri melainkan dengan pacaran. Hal itu terjadi karena tidak fahamnya kita dan keengganan kita mempelajari ilmu dien ini, kita terlalu disibukkan dengan kenikmatan dunia yang menipu dan gemarnya kita mengikuti kebudayaan-kebudayaan kaum barat. Perlu kita ketahui, tidaklah mungkin di dalam agama ini mengabaikan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia, sedangkan permasalahan buang air besar saja telah di ajarkan di dalam agama ini. Sebagaimana perkataan sahabat radiyallahu’anhu, dari Salman Al Faarisiy, ia berkata:
“Orang-orang musyrikin telah berkata kepada kami:”sesungguhnya Nabi kamu itu telah mengajarkan kepada kamu segala sesuatu sampai-sampai buang air besar!. Jawab salman:”benar”… (HR. Muslim).
Lihatlah wahai saudaraku, masalah buang air besar saja dijelaskan, terlebih lagi masalah mengenai memilih pasangan dan cara menggapai keluarga sakinah mawaddah warahmah, sudah barang tentu lebih diperjelas lagi. Dalam memahami segala sesuatu atau permasalahan, sudah menjadi kewajiban kita mengembalikannya kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Katakanlah itu benar jika itu sejalan dengan apa yang telah dijelaskan rosulmu dan katakanlah itu salah jika itu bertentangan dengan apa yang telah dijelaskan rosulmu. Dan tidaklah layak bagi kita memilih atau berpaling dari kebenaran jika telah jelas kebenaran tersebut. Melainkan sikap kita adalah sami’na wa atho'na ( kami dengar dan kami taat) dan Sebagaimana firman Allah Subhanallahu wata’ala :
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. "(QS.33:36)
masuk ke dalam pembahasan. Seperti kita ketahui, pacaran atau berpacaran adalah hal yang tidak akan pernah mengalami pasang surut dan akan selalu ramai untuk diperbincangkan khususnya dikalangan kaula muda. Bahkan masalah ini, selalu diperbincangkan baik itu di media massa, media elektronik, maupun di kehidupan sehari-hari. Dunia terasa hambar, hari-hari terasa membosankan jika tidak membahas masalah pacaran atau tidak punya pacar. Sebagaimana kata-kata yang sering diungkapkan oleh sepasang kekasih yang dimabuk asmara :
” dunia terasa milik berdua”
“ aku tak bisa hidup tanpamu”
“hariku hampa tanpa mu”
“ tak ingin jauh darimu”
Dan banyak lagi ungkapan-ungkapan yang menghanyutkan guna melanggengkan hubungan mereka, menambah rasa cinta diantara mereka. Bahkan ada suatu ungkapan yang membuat orang rela menjerumuskan dirinya untuk masuk ke dunia pacaran adalah :
“hari gini, masih hidup ngejomblo…. Ngak zaman, kaaallleeeeee!!!!!!!”
“jomblo tanda tak laku”
kata-kata jomblo atau orang yang memegang predikat itu dikatakan orang yang kolot, cupu, ngak gaul, bahkan menjadi suatu aib bagi orang yang memegang predikat itu. Sehingga argument seperti ini banyak mengakibatkan kaula muda terjerumus kedalam dunia pacaran, kecuali bagi orang-orang yang diberi rahmat dan hidayah untuk meninggalkannya.
Dengan melihat fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini, banyak orang yang telah tertipu ketika sudah mendapat embel-embel “islami”. Sehingga ketika ditanya kepada mereka bolehkah pacaran??, mereka yang sudah faham sedikit mengenai agama biasanya tidak membolehkan, akan tetapi ketika ditanya novel-novel, cerita-cerita fiksi, film-film spt ayat-ayat cinta, mereka menyukai film tersebut, bahkan mengatakan bahwa film itu bagus dan penuh nasehat bagi kaum muslimin saat ini. Yang sangat anehnya, hal ini juga dilegalkan oleh pemuka-pemuka agama, bahkan seorang ulama membolehkan dakwah melalui drama atau film. Na’udzubillah…Summa na’udzubillah…
Saudaraku yang kucintai karena Allah Azza Wa Jalla, ini yang harus kita fahami mengapa pacaran itu dilarang??? sehingga kita mengetahui sebab-sebab dilarangnya pacaran itu dan membantu kita dalam menilai suatu perbuatan itu dilarang atau diperbolehkan. Pertama-tama yang perlu kita ketahui, apa aja sih yang dilakukan orang-orang ketika berpacaran. Seperti kita ketahui, dalam pacaran sudah pasti tidak bisa dihindari dari berdua-duaan antara dua insan yang berlainan jenis, padahal ini telah dijelaskan oleh rosulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dalam sebuah hadist:
”hadist Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Janganlah seorang lelaki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita kecuali bersama mahramnya”. (Hadist Riwayat Bukhari & Muslim).
Dari Jabir bin Samurah berkata; Rasulullah SAW bersabda: Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duan dengan seorang wanita, kerana syaitan akan menjadi ketiganya. (Hadis Riwayat Ahmad & Tirmidzi dengan sanad yang sahih)”.
Demikian juga, dalam pacaran tidaklah terhindar dari aksi sentuh menyentuh bahkan yang sangat mengerikan sampai terjadinya perzinahan. Padahal perbuatan-perbuatan itu telah diperingati oleh Allah Subhanallahu wa ta’ala dan Rosul-Nya. Sebagaimana firman Allah Azza Wa Jalla :
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’: 32). Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!!
dan sabda Rosulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam :
“Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari). Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang dilarang di dalam Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)
Lihatlah wahai teman-teman yang kusayangi karena allah subhanallahu wa ta’ala, tindakan kita menusuk jarum besi dikepala itu lebih baik dari kita menyentuh orang yang bukan mahram kita. Itu menunjukkan betapa jeleknya perbuatan itu. Na’am dalam kondisi zaman yang semakin rusak ini, kegiatan ini dianggap remeh, baik orang yang berpacaran maupun tidak berpacaran. Apakah kita akan tetap melakukan hal itu dan terus melakukannya ???. Kita berdo’a kepada Allah Subhanallahu wata’ala agar diberikan keistiqomahan dan keteguhan dalam menjalankan Perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, karena dengan itulah kan menjadikan kita Hamba-Nya yang bertaqwa.
Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang melarang kita untuk berpacaran. Akan tetapi, penulis cukupkan dengan dalil-dalil yang telah dituliskan diatas. Insyah allah, hadist-hadist di atas sudah mencukupi sebagai larangan-larangan untuk berpacaran. Sehingga ketika kita menemukan suatu fenomena atau kegiatan-kegiatan yang ada pelanggaran/penyelisihan terhadap dalil diatas, maka kegiatan tersebut dilarang. Seandainya, istilah pacaran itu, tidak adanya unsur-unsur penyelisihan terhadap al qur’an dan as sunnah, maka perbuatan itu diperbolehkan. Misalnya : klo seandainya, istilah “ta’arub”dalam islam,di Indonesia dikenal dg istilah “pacaran”, maka pacaran tidaklah dilarang. Mudah-mudahan bisa dimengerti. Karena banyak orang yang sudah mengerti bahwa pacaran itu dilarang, akan tetapi mereka tetap menyukai bahkan bilang kegiatan itu bagus. Contohnya: film “islami”. Padahal baik itu film biasa, atau film “islami” masih terdapat unsur-unsur penyelisihan terhadap dalil diatas.
Klo seandainya kita ingin meneliti dengan hati yang tulus dan kebeningan jiwa, sudah sangat terlihat klo masalah pacaran ini sangatlah merugikan terkhususnya buat kaum perempuan. Akan tetapi, nafsu syahwat lah yang selalu dominan menguasai bathin ini sehingga kita tersamarkan akan akibat-akibat yang terjadi kedepannya.
Wahai saudariku… tidakkah engkau merasa bersalah terhadap suamimu kelak karena engkau pernah berdua-duaan dengan seorang laki-laki, dan tidakkah engkau malu terhadap suamimu kelak karena engkau pernah bersentuhan bahkan melakukan perbuatan yang lebih daripada itu. Apalagi ketika dia melihat foto-foto mesramu dg mantan kekasihmu. Sama halnya perasaanmu, ketika engkau melihat foto-foto mesranya dengan mantan kekasihnya… tidakkah engkau merenungkannya…
Wahai saudariku… tidak kah engkau berfikir, apa yang akan kau rasakan setelah putusnya hubungan kalian. Tidak kah engkau takut, akan aib yang ada pada dirimu diumbar-umbarkan oleh mantan pacarmu, tidak kah engkau malu, jika mantan pacarmu menceritakan kemolekan-kemolekan tubuhmu dan apa saja yang telah ia dapat darimu… tidak kah engkau berfikir sampai ke sana…
Wahai saudariku… tidakkah engkau berfikir, bagaimana keadaanmu dan nasibmu kelak jika engkau sampai membuahkan sang buah hati. Tidakkah engkau sadar, apa yang akan ditanggung olehmu, keluargamu,bahkan janinmu kelak. Okelah…, seandainya kamu masih sanggup menanggung beban tersebut, mungkin karena kamu sudah berfikir “saya melakukan ini,karena saya sudah siap menanggung beban kedepannya. Tapi,.. tidakkah engkau berfikir dampak inipun akan dirasakan oleh orang-orang yang kau sayangi. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap orang tuamu, apakah kamu tega melihat dia bersedih dan menanggung malu akibat perbuatanmu. Mungkin kemarahannya terhadapmu hanyalah sesaat, tidak kau tahu apa yang dirasakan batinnya,mungkin kesedihan demi kesedihan terus bergejolak dalam hatinya hingga dia menutup usianya… apakah layak bagi kita sebagai seorang anak memberikan balasan akan jasa dan kasih sayangnya yang tak terhingga dengan memberikan aib dan rasa malu yang mereka tidaklah menginginkannya. Dan bagaimana dengan anakmu kelak, Apakah engkau akan terima jika bayimu dikatakan masyarakat dg kata-kata yang bisa menyakitinya sperti anak diluar nikah,dsb. Padahal dia adalah insan yang tidak berdosa dan dia tidak menginginkan hal ini terjadi menimpanya…
Dengarlah nasehatku wahai saudaraku… tidakkah engkau berfikir, bagaimana perasaanmu ketika saudara perempuanmu bahkan anakmu kelak diperlakukan seperti yang engkau perlakukan kepada kekasihmu…
Wahai saudaraku yang ku cintai karena Allah… banyak kaum muslimin yang mengaku mencintai Allah dan Rosul-NYa, akan tetapi mereka tetap melakukan apa yang telah dilarang Allah dan Rosul-NYa.… tunjukkan rasa cinta kita kepada-Nya, dengan kita mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. jika kita menyayangi dan menjadikan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan, sudah selayaknya kita menjauhi kegiatan-kegiatan seperti itu. Tidakkah kita mengetahui bahwa beliau adalah seorang utusan allah subhanahu wata’ala yang tidaklah keluar dari perkataanya melainkan wahyu dan tidaklah Allah Azza wa Jalla melarang kita melakukan perbuatan tersebut melainkan untuk kebaikan hamba-Nya. Kalau seandainya kita masih tidak bisa lepas dari kegiatan tersebut, maka berpuasalah dan jika solusi tersebut masih tidak berhasil, maka menikahlah.Karena itulah solusi bagi kita-kita yang tidak mampu untuk lepas dari sang kekasih. Sebagaimana sabda rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; sebab puasa dapat menekan syahwatnya." (HR. Al-Bukhari (no. 5066) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1402) kitab an-Nikaah, dan at-Tirmidzi (no. 1087) kitab an-Nikaah).
Demikianlah pembahasan ringkas dari saya. Insyah allah ini berguna bagi diri saya pribadi dan juga teman-teman yang membaca artikel ini. Jika ada kesalahan/kekeliruan, tolong nasehatkan. Karena artikel ini, ana buat berdasarkan pemahaman ana tentang masalah ini.
Wal ‘ilmu indallah...
Barakallahu fik…
Wallahuta'ala a'lam bissawab...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar