أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ. سُبْحَانَكَ اَللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأتُوْبُ إِلَيْكَ.
"Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang menyucikan diri. Mahasuci Engkau ya Allah, aku memujiMu. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepadaMu."
Kami meriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhuma berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ، يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ.
'Barangsiapa yang berwudhu lalu mengucapkan, 'Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan RasulNya', dibukakan untuknya pintu-pintu surga yang delapan, dan dia dapat masuk dari pintu manapun yang diinginkannya'." Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya. ((2 - Thaharah, 6 - Dzikir yang dianjurkan setelah wudhu, 1/209/234).Kitab ath-Thaharah, Bab adz-Dzikr al-Mustahab Aqiba al-Wudhu', 1/209, no. 234, pent.)
Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan tambahan,
اَللّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.
"Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang menyucikan diri."
(Tidak mengapa): Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Kitab ath-Thaharah, Bab Ma Yuqalu Inda al-Wudhu', 1/77, no. 55. (1 - Thaharah, 41 - Apa yang diucapkan setelah wudhu, 1/77/55). Ja'far bin Muhammad menyampaikan kepada kami, Zaid bin Hubab menyampaikan kepada kami, dari Muawiyah bin Shalih, dari Rabi'ah bin Yazid ad- Dimaisyqi, dari Abu Idris al-Khaulani dan Abu Usman, dari Umar dengan hadits tersebut.
Al-Asqalani di dalam Amal al-Adzkar (2/19-Futuhat) berkata, "Tambahan yang ada di dalam at-Tirmidzi ini tidak shahihshahih dalam hadits ini, karena Ja'far bin Muhammad meriwayatkannya sendirian dan dia tidak menghafal sanad dengan baik... Kesepakatan semua rawi adalah lebih baik daripada satu orang." Kemudian aku menemukan syahidsyahid yang lemah untuknya di dalam riwayat at-Thabraniath-Thabrani di al-Ausathdalam al-Mu'jam al-Ausath (no. 4892), Ibn as-Sunni (no. 32), al-Ashbahani di dalam at-Targhib (no. 2041) dari hadits Tsauban. Juga syahidsyahid lain dari hadits al-Barra di al-Mustaghfiri di dalam ad-Da'awat (2/16 -Futuhat) dengan sanad yang sangat lemah sekali. Lalu syahidsyahid ketiga dari perbuatan Ali di Ibnu Abi Syaibah (no. 20) dengan sanad dhaif. Kesimpulannya dari syahidsyahid-syahidsyahid ini yang terbaik adalah yang pertama, maka mudah-mudahan tambahan ini menjadi kuat sehingga ia mencapai derajat hasanhasan karenanya. Al-Asqalani, Ahmad Syakir dan al-Albani cenderung kepadanya.
An-Nasa`i dalam al-Yaum wal Lailah dan lainnya meriwayatkan,
سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ...
"Mahasuci Engkau ya Allah dan aku memujiMu... sampai akhir.
Takhrij Hadits: Shahih:, Diriwayatkan oleh an-Nasa'ian-Nasa`i di dalam al-Yaum wal Lailahal-Yaum wa al-Lailah (no. 81), at-Thabraniath-Thabrani di al-Ausathdalam al-Mu'jam al-Ausath no. (1478) dan ad-Du'a' (no. 388-390), Ibn as-Sunni (no. 30), al-Hakim (1/564), al-Ashbahani no. (2042:) dari jalan Abu Hasyim (dari Abu Majlaz), dari Qais bin Abbad, dari Abu SaidSa'id dengan hadits tersebut.
An-Nasa'iAn-Nasa`i berkata, "Ini adalah kekeliruan dan yang benar adalah mauqufmauquf." Ia didhaifkan oleh an-Nawawi. Al-Asqalani mengkritik an-Nasa'ian-Nasa`i dan an-Nawawi di dalam Amal al-Adzkar (2/21-Futuhat) dengan mengatakan, "Sanad ini shahihshahih tanpa keraguan. Yang diperselisihkan adalah apakah ia marfumarfu atau mauqufmauquf. An-Nasa'iAn-Nasa`i sendiri berjalan di atas caranya metodenya sendiri yaitu mentarjih dengan berpegang kepada yang lebih banyak dan lebih akurat hafalannya. Oleh karena itu dia memvonis salah, riwayat marfumarfu'. Adapun yang dipilih oleh Syaikh sendiri (yakni an-Nawawi) mengikuti Ibnu Shalah dan lain-lainnya maka riwayat yang marfumarfu lebih didahulukan, karena rawi yang meriwayatkan dengan marfumarfu' memiliki tambahan ilmu. Kalaupun mengikuti cara yang pertama yaitu cara an-Nasa'ian-Nasa`i, maka perkara ini termasuk perkara yang tidak membuka peluang bagi akal, maka ia berhak mengambil marfumarfu." Al-Albani menyetujuinya. Al-Hakim berkata, "Di atas syaratBerdasarkan syarat Muslim." Dan disetujui oleh adz-Dzahabi, tetapi al-Albani mengkritik keduanya dan mengatakan, "Justru ia di atas syaratberdasarkan syarat asy-Syaikhain."
Catatan: Perhatikanlah bahwa tambahan ini adalah hadits baru lain (tersendiri) bukan riwayat lain dari riwayat-riwayat hadits Umar sebelumnya sebagaimana hal itu bisa dipahami secara salah dari apa yang dilakukan oleh an-Nawawi.
(Dhaif sekali),: Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni (1/92) dari jalan Muhammad bin Abdurrahman al-Bailamani, dari bapaknya, dari Ibnu Umar dengan hadits tersebut.
Ini adalah sanad yang sangat parah sekali, Muhammad bin Abdurrahman adalah rawi matruk yang tertuduh, bapaknya adalah rawi dhaif dan yang umum riwayatnya ini adalah mursalmursal, kemudian keduanya mengalami kegocangan memiliki kesimpang siuran (goncang) padanya, maka ia diriwayatkan oleh at-Thabraniath-Thabrani di dalam ad-Du'a' (no. 387); ad-Daruquthni (1/92:) dari jalan yang sama dari musnadmusnad Utsman bin Affan. Oleh karena itu hadits ini didhaifkan oleh ad-Daruquthni, an-Nawawi dan al-Asqalani meskipun ia lebih dhaif dari sekedar dhaif.
Kami meriwayatkan dalam Sunan ad-Daruquthni dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ قَبْلَ أَنْ يَتَكَلَّمَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ اْلوُضُوْئَيْنِ.
"Barangsiapa berwudhu kemudian mengucapkan, 'Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan RasulNya', sebelum berbicara niscaya diampuni baginya (dosa-dosanya) di antara kedua wudhu."
Takhrij Hadits: Dhaif sekali: Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni 1/92 dari jalan Muhammad bin Abdurrahman al-Bailamani, dari bapaknya, dari Ibnu Umar dengan hadits tersebut.
Ini adalah sanad yang sangat parah sekali, Muhammad bin Abdurrahman adalah rawi matruk yang tertuduh, bapaknya adalah rawi dhaif dan yang umum riwayatnya ini adalah mursal, kemudian keduanya memiliki kesimpang siuran (goncang) padanya, maka ia diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam ad-Du'a' no. 387; ad-Daruquthni 1/92: dari jalan yang sama dari musnad Utsman bin Affan. Oleh karena itu hadits ini didhaifkan oleh ad-Daruquthni, an-Nawawi dan al-Asqalani meskipun ia lebih dhaif dari sekedar dhaif.
Kami meriwayatkan dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan Ibnu Majah dan kitab Ibn as-Sunni dari riwayat Anas Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
مَنْ تَوَضَّأ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ، ثُمَّ قَالَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبدُهُ وَرَسُوْلُهُ، فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ دَخَلَ.
"Barangsiapa berwudhu lalu dia membaguskan wudhunya kemudian dia mengucapkan sebanyak tiga kali, 'Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan RasulNya,' niscaya dibukakan untuknya delapan pintu surga dia masuk dari pintu mana saja yang dia suka."
Takhrij Hadits: Dhaif sekali: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 22; Ahmad 3/265; Ibnu Majah Kitab Thaharah, Bab Ma Yuqalu Ba'da al-wudhui, 1/159 no. 469; ath-Thabrani dalam ad-Du'a' no. 385 dan 386; Ibn as-Sunni no. 33: dari beberapa jalan dari Amr bin Abdullah bin Wahab an-Nakha'i, dari Zaid al-Ammi, dari Anas dengan hadits tersebut. Ini adalah sanad yang sangat dhaif, di dalamnya terdapat tiga 'illat.
Pertama: Zaid al-Ammi adalah rawi dhaif.
Kedua: riwayatnya dari Anas adalah mursal sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Hatim.
Ketiga: Kegoncangan padanya sebagaimana yang diisyaratkan oleh al-Asqalani dalam Amal al-Adzkar no. 2/22-Futuhat di mana dia berkata, "Ia diriwayatkan oleh anaknya darinya maka anaknya menyelisihinya pada sanad dan tidak terdapat padanya pengulangan." Sanad seperti ini lebih dekat kepada kedhaifan yang parah, di mana syahid pun tidak bisa membantunya. Oleh karena itu ia didhaifkan oleh an-Nawawi, al-Bushiri, al-Asqalani dan al-Albani, sebagai gantinya adalah hadits Umar yang telah hadir di no. 75.
Kami meriwayatkan pengulangan syahadat la ilaha illallah tiga kali di kitab Ibn as-Sunni dari riwayat Utsman bin Affan dengan sanad dhaif.
Takhrij Hadits: Maudhu': Diriwayatkan oleh Ibn as-Sunni no. 29: Abdullah bin Muhammad bin Ja'far menyampaikan kepada kami, Sa'id bin Muhammad al-Bairuti menyampaikan kepada kami, Sulaiman bin Abdurrahman menyampaikan kepada kami, Abdurrahman bin Sawar menyampaikan kepada kami, Amr bin Ma'mun bin Mihran menyampaikan kepada kami, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Usman, maka dia menyebutkannya dalam kata-kata tersusun.
Al-Asqalani berkata dalam Amal al-Adzkar (2/22-Futuhat), "Aku tidak mengetahui rawi untuknya dari Amr." Dia juga berkata, "Syaikh Ibn as-Sunni pada hadits ini adalah Abdullah bin Muhammad bin Ja'far al-Qazwini, hakim Mesir, di akhir umurnya dia tertuduh memalsukan hadits." Hadits ini tidak sekedar dhaif bahkan sangat dhaif atau maudhu'.
Syaikh Nashr al-Maqdisi berkata, "Doa-doa itu tadi disertai dengan,
' اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ' dengan ditambah, وَسَلَّمَ . (Membaca shalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dianjurkan di setiap waktu. Adapun pembatasannya setelah dzikir wudhu maka ia adalah bid'ah yang tidak berdasar, tidak dalam kitabullah, tidak dalam Sunnah Rasul dan tidak pula dilakukan oleh as-Salaf ash-Shalih. Berpeganglah dengan apa yang shahih dari Nabimu dan campakkanlah selainnya. Jangan menjadi orang yang ikut-ikutan (taklid) secara buta, pent.)
Kawan-kawan kami berkata, "Mengucapkan dzikir ini dengan menghadap kiblat (Al-Asqalani dalam Amal al –Adzkar 2/27-Futuhat berkata, "Aku tidak melihat dalam perkara menghadap kiblat dalil yang jelas yang khusus dengan wudhu." Aku berkata, "Maka hukumnya sama dengan dzikir-dzikir lainnya, jika tidak menghadap kiblat maka tidak mengapa. Jika menghadap maka ia lebih baik dan lebih utama.", pent.) dan itu dilakukan setelah selesai berwudhu."
Tidak ada doa apa pun dari Nabi pada waktu membasuh anggota wudhu.
Para fuqaha berkata, "Dianjurkan padanya doa-doa yang datang dari Salaf ((Yang dimaksud dengan Salaf di sini adalah sebagian ulama atau ahli zuhud atau ahli tasawuf yang mendahului Imam an-Nawawi, karena anjuran ini tidak bersumber dari as-Salaf ash-Shalih; para sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in, justru mereka membencinya dan mencela pelakunya. Asal usul doa ini adalah kumpulan riwayat-riwayat palsu (maudhu') di mana para ulama menyatakannya dusta dan mencela pemiliknya. Semoga Allah memberi pertolongan, pent.), mereka menambah dan menguranginya. Kesimpulan dari apa yang mereka katakan adalah bahwa seseorang mengucapkan setelah basmalah, 'Segala puji bagi Allah yang menjadikan air itu suci dan menyucikan.' Pada waktu berkumur mengucapkan, 'Ya Allah berilah aku minum satu gelas dari telaga NabiMu di mana aku tidak merasa haus setelah itu selama-lamanya.' Pada waktu istinsyaq dia mengucapkan, 'Ya Allah janganlah Engkau mengharamkanku dari aroma nikmat dan SurgaMu.' Pada saat membasuh wajah dia mengucapkan, 'Ya Allah jadikanlah wajahku putih pada hari di mana di situ terdapat wajah putih dan wajah hitam.' Pada saat membasuh kedua tangan, 'Ya Allah berikanlah buku catatan amalku dengan tangan kananku dan janganlah Engkau berikan buku catatan amalku kepadaku dengan tangan kiriku.' Pada saat membasuh kepala dia mengucapkan, 'Ya Allah haramkanlah rambut dan kulitku dari api neraka. Naungilah aku di bawah naunganMu pada hari di mana tiada naungan kecuali naunganMu.' Pada saat mengusap kedua telinga, 'Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengarkan ucapan lalu mengikuti yang terbaik.' Pada saat membasuh kedua kaki dia mengucapkan, 'Ya Allah teguhkanlah kedua telapak kakiku di atas shirath jembatan menuju surga'." Wallahu a'lam.
An-Nasa`i dan rekannya Ibn as-Sunni meriwayatkan dalam kitab mereka al-Yaum wal Lailah dengan sanad dari Abu Musa al-Asy'ari Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ بِوَضُوْءٍ، فَتَوَضَّأَ، فَسَمِعْتُهُ يَدْعُوْ وَيَقُوْلُ: اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذَنْبِيْ، وَوَسِّعْ لِي فِي دَارِيْ، وَبَارِكْ لِيْ فِي رِزْقِيْ. فَقُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللهِ! سَمِعْتُكَ تَدْعُوْ بِكَذَا وَكَذَا، وَهَلْ تَرَكْنَ مِنْ شَيْءٍ؟
"Aku membawa air wudhu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihiwasallam, lalu beliau berwudhu maka aku mendengar beliau berdoa dengan mengucapkan, 'Ya Allah ampunilah dosaku, lapangkanlah tempat tinggalku dan berkahilah rizkiku.' Aku berkata, 'Wahai Nabi Allah, aku mendengarmu berdoa begini begini.' Nabi menjawab, 'Apakah ada sesuatu yang tertinggal?"
Takhrij Hafdits: Dhaif: Diriwayatkan Ahmad 4/399, an-Nasa`i dalam [1]Amal al-Yaumi Wa al-Lailah no. 80; Abu Ya'la no. 7273; ath-Thabrani dalam [ad-Du'a' no. 656; Ibn as-Sunni no. 28: dari beberapa jalan, dari Mu'tamin bin Sulaiman, Abbad bin Abbad bin Alqamah menyampaikan kepada kami dari Abu Majlaz dari Abu Musa dengan hadits tersebut.
Ini adalah sanad dengan rawi-rawi tsiqah hanya saja ia memiliki dua illat:
Pertama inqitha. Al-Asqalani dalam Amal al-Adzkar 2/33-Futuhat berkata, "Perkara mendengarnya Abu Mijlaz kepada Abu Musa perlu dikaji karena dia terbiasa meriwayatkan secara mursal dari rawi di mana dia tidak bertemu dengannya.
Kedua: Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 3033 dan 29246 dengan sanad shahih dari Abu Musa secara mauquf. Jalan ini lebih rajih daripada yang sebelumnya. Dalam Tamam al-Minnah hal. 96, al-Albani berkata, "Benar doa yang terdapat di dalam hadits ini memiliki syahid dari hadits Abu Hurairah di at-Tirmidzi no. 3500 dan lainnya, jadi berdoa dengannya secara mutlak tanpa terikat dengan shalat atau wudhu adalah baik." Adapun doa seperti yang ada di sini maka haditsnya didhaifkan oleh al-Asqalani, as-Suyuthi dan al-Albani.
Ibn as-Sunni meletakkan bab untuk hadits ini dengan mengatakan, "Bab apa yang diucapkan di tengah-tengah wudhu". Adapun an-Nasa`i maka dia memasukkannya ke dalam bab, "Bab apa yang diucapkan selesai wudhu." Maka keduanya memungkinkan. (Aku berkata, "Dalam riwayat ath-Thabrani dari beberapa jalan tercantum, 'Lalu Nabi berwudhu kemudian shalat kemudian mengucapkan... dan seterusnya." Oleh karena itu ath-Thabrani meletakkannya dalam bab doa setelah shalat. Al-Asqalani dalam Amal al-Adzkar 2/23-Futuhat berkata, "Ini menolak bab yang diletakkan oleh Ibn as-Sunni karena ia secara jelas dinyatakan sesudah shalat. Ia juga menolak kemungkinan antara wudhu dan shalat." Yang jelas hadits ini dhaif, tidak layak dipegang untuk diamalkan tidak ba'da wudhu dan tidak pula ba'da shalat, pent.)
Sumber: dikutip dari Buku “Ensiklopedia Dzikir dan Do’a Al-Imam An-Nawawi Takhrij & Tahqiq: Amir bin Ali Yasin. Diterbitkan oleh: Pustaka Sahifa Jakarta. Oleh: Abu Nabiel)
Sumber : http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatdoa&id=170
Tidak ada komentar:
Posting Komentar