05 September 2009

TAHLILAN (SELAMATAN KEMATIAN ) ADALAH BID’AH MUNKAR

Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah Jalla Jalaluhu, kami memujiNya, memohon ampunan dan pertolonganNya. Kami berlindung kepadaNya dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Siapa yang ditunjuki Allah Jalla Jalaluhu niscaya tiada yang menyesatkannya. Dan siapa yang disesatkanNya tiada pula yang menunjukinya.

Saya bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah satu-stunya, tiada sekutu bagiNya, dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba dan RasulNya.

Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : "Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap" [Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (No. 1612 dan ini adalah lafadzhnya) dan Imam Ahmad di musnadnya (2/204 dan riwayat yang kedua bersama tambahannya keduanya adalah dari riwayat beliau), dari jalan Ismail bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir]

Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqat (dapat dipercaya ) atas syarat Bukhari dan Muslim.

Dan hadits atau atsar ini telah dishahihkan oleh jama’ah para Ulama yakni para Ulama Islam telah ijma/sepakat tentang hadits atau atsar di atas.

Hadits ini atau atsar di atas memberikan hukum dan pelajaran yang tinggi kepada kita bahwa : Berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ (ini yang biasa terjadi) termasuk bid’ah munkar (haram hukumnya). Dan akan bertambah lagi bid’ahnya apabila di situ diadakan upacara yang biasa kita kenal di sini dengan nama “selamatan kematian/tahlilan pada hari pertama dan seterusnya”.

Hukum diatas berdasarkan ijma’ para shahabat yang telah memasukkan perbuatan tersebut kedalam bagian meratap. Sedangkan meratapi mayit hukumnya haram (dosa) bahkan dosa besar dan termasuk salah satu adat jahiliyyah.

Apabila para shahabat telah ijma’ tentang sesuatu masalah seperti masalah yang sedang kita bahas ini, maka para tabi’in dan tabi’ut-tabi’in dan termasuk di dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’iy dan Ahmad) dan seluruh Ulama Islam dari zaman ke zamanpun mengikuti ijma’nya para sahabat yaitu berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ adalah haram dan termasuk dari adat/kebiasaan jahiliyyah.

[1]. Telah berkata Imamnya para Ulama, mujtahid mutlak, lautan ilmu, pembela Sunnah. Al-Imam Asy-Syafi’iy dalam kitabnya ‘Al-Um” (I/318), “Aku benci al ma'tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui kesedihan" [Ini yang biasa terjadi dan Imam Syafi'i menerangkan menurut kebiasaan yaitu akan memperbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau tidak sedih boleh dilakukan. Sama sekali tidak ! Perkataan Imam Syafi'i diatas tidak menerima pemahaman terbalik atau mafhum mukhalafah]

[2] Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab : "Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka (ahli mayit ) membuatkan makanan untuk para penta'ziyah." [Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139]

[3] Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul Ma'aad (I/527-528) menegaskan bahwa berkumpul-kumpul (dirumah ahli mayit) dengan alasan untuk ta'ziyah dan membacakan Qur'an untuk mayit adalah "Bid'ah" yang tidak ada petunjuknya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[4] Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya Fathul Qadir (2/142) dengan tegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah "Bid'ah Yang Jelek". Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakan shahih.

[5] Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, "Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka membuat makanan untuk para penta'ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan lain-lain." [Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93]

[6] Berkata Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi'i (I/79), "Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit."

Kita memohon kepada Allah keselamatan !

KESIMPULAN.
Pertama : Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya adalah BID'AH dengan kesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama' termasuk didalamnya imam empat.

Kedua : Akan bertambah bid'ahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan untuk para penta'ziyah.

Ketiga : Akan lebih bertambah lagi bid'ahnya apabila disitu diadakan tahlilan pada hari pertama dan seterusnya.

Keempat : Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum kerabat /sanak famili dan para jiran/tetangga memberikan makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka untuk mereka makan sehari semalam. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Ja'far bin Abi Thalib wafat, (artinya) :
"Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far ! Karena sesungguhnya telah datang kepada mereka apa yang menyibukakan mereka (yakni musibah kematian)." [Hadits Shahih, riwayat Imam Asy Syafi'i ( I/317), Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad (I/205)]

Hal inilah yang disukai oleh para ulama kita seperti Syafi’iy dan lain-lain (bacalah keterangan mereka di kitab-kitab yang kami turunkan di atas).

Berkata Imam Syafi’iy : “Aku menyukai bagi para tetangga mayit dan sanak familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya dan malam harinya yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, karena sesungguhnya yang demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi).... “ [Al-Um I/317]
Kemudian beliau membawakan hadits Ja’far di atas.

Wallahu a'lam. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau, para shahabat dan generasi penerus Islam yang tetap menegakkan Islam berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum,

ustad, saya sedang mencari jalan yg lurus,
saya ikuti NU, maka saya ikuti zikir berjamaah ala NU,,
saya ikuti juga Muhammadyah, maka saya ikuti idul fitrinya muhammadyah yg biasanya puasa 29 hari dan kadang Idul fitri lebih dulu dari pemerintahan RI,,

dan mengenai Tahlilan, setiap tetangga mengundang tahlilan, saya tdk pernah datang!!
krn saya masih bingung apakah tahlilan itu boleh atau tidak...

saya juga ikuti salafy, maka saya mengharamkan berkoalisi/berinteraksi/bantu-membantu dg yg namanya Jin!

saya bingung ustad,,
Muhammadyah juga anti bidah, Muhammadyah mengharamkan Perayaan Tahun Baru Islam,
padahal perayaan tahun baru islam di mushola paling biayanya tidak lebih dari 3 juta,
nah, mereka (Muhammadyah) justru merayakan ulang tahun (Muktamar) Muhammadyah dengan biaya gila2an!! bisa sampai ratusan juta!!! bintang tamunya Orchestra pimpinan Dwiki Dharmawan, padahal mengundang orchestra yg saya tahu biayanya minimal 70 juta!!

saya bingung ustad,,
mengapa perayaan tahun baru islam diharamkan, tapi kok ulang tahun Muhammadyah malah diperbolehkan??
biaya yg 3 juta utk tahun baru islam diharamkan, tapi kok ulang tahun Muhammadyah yg ratusan juta justru diperbolehkan??

saya benar2 bingung ustad,,
saya mencari mana yg benar??
apakah yg paling benar adalah NU?? Muhammadyah?? Wahaby?? Salafy?? Sunni?? Syiah??
saya benar2 bingung..

hingga saya berpikir untuk mencari kiyai/ulama/ustad/syekh/habib yg mendapatkan keistimewaan dialam kubur, maka bila saya dapati informasi mengenai kiyai/ulama/ustad/syekh yg mendapatkan kemuliaan di alam kubur, maka saya akan mencari pengikut dari kiyai/ulama/ustad/syekh tersebut... utk kemudian menjadi pengikut dari kiyai/ulama/ustad/syekh yg telah meninggal tsb..

dan saya dapati berita ini di internet:
ustad, saya menemukan tulisan yg kasar ini:
" SEMINGGU sebelum ramadhan 1430H/2009, ditemukan jenazah KH Abdullah di Tanggerang MASIH UTUH beserta kain kafannya, bahkan bau harum semerbak dari jasadnya. Padahal telah dikubur selama 26 tahun. Sebagai seorang KYAI tentu beliau setelah sholat melakukan dzikir berjamaah bersama jamaahnya, melakukan tahlilan serta malan pesantren lainnyya yang sering dianggap Bid’ah. Jika amalan-amalan pesantren dianggap bid’ah dan ahli bid’ah, apakah ALLAH MASIH MEMBERI NIKMAT KUBUR KEPADA BELIAU? (berita metro tv/kompas).

saya kemudian mencari di youtube, ternyata ada videonya...
dari sinilah saya mulai berfikir...
apakah kiyai tersebut benar2 mendapatkan nikmat kubur???
karena spt yg kita ketahui bahwa ahli bidah adalah tempatnya di Neraka!!
tapi mengapa beliau (si kyai ahli bidah) justru mendapatkan kemuliaan di alam kubur??

video 1:
http://www.youtube.com/watch?v=9PB_6VnJCiE

video 2:
http://www.youtube.com/watch?v=vJ5Vt8zXjrc

disinilah saya mulai curiga,,
jangan2 Allah benar2 sudah menghalalkan Bidah Hasanah??
Mari kita renungkan dengan hati nurani kita masing2...

saya hanyalah seorang pendosa yg sedang mencari jalan yg lurus, tidak perduli apakah jalan yg lurus adanya di Muhammadyah/Nu/Wahabi/Syiah/Sunni/dll..
saya tdk perduli alirannya, yg saya mau hanya ingin sekali mendapatkan nikmat kubur spt kiyai tersebut...

sampai saya punya ide gila, ingin sekali hijrah ke tanggerang nyantri di tempat pesantren kyai tersebut!!
kalau kiyainya saja mendapatkan kenikmatan kubur spt itu, sudah jelas bahwa ajaran beliau pasti di Ridhoi oleh Allah...

wallahu a'lam bisshowab,

Abu Rabbani Al Bughizy mengatakan...

Afwan sebelumnya ana bukan ustadz, ana hanyalah penuntut ilmu syar'i seperti antum layaknya...namun Insya Allah sy akan berbagi dan menjelaskan apa yg ana ketahui..barakallahu fykh..

Insya Allah ana adalah salah satu ikhwan Salafi, banyak yg mengatakan Salafy adalah Wahaby yah gak apa2 namum wahaby mnurut ana adalah Muhammad bin abdul wahab yg Ilmu ttg Tauhidnya sdh tdk diragukan lagi, semoga beliau rahimahullah mendapatkan rahmat dan hidayah disana...wallahu a'lam

klo antum mau konsultasi, silahkan YM ana di Kotak Ping Box ana...kita bisa chat dan salg bertukar pikiran disana....Insya Allah ana membantu antum....jazakallahu khoyr wabarokallahu fykh

Abu Rabbani Al Bughizy mengatakan...

jika antum mau, silahkan baca artikel ana di blog ana yg ini

barakallahu fykh

http://aburabbani.wordpress.com/2010/09/26/mengapa-harus-manhaj-salaf/